Kamis, 17 Januari 2013

Teknologi Pengolahan Limbah Bungkil Wijen Menjadi Cabuk Dan Kecap Bungkil Wijen





Wijen merupakan salah satu hasil pertanian yang mempunyai banyak manfaat terutama setelah diolah menjadi minyak wijen. Industri minyak wijen sendiri kini mulai marak. Produk pangan dari wijen bermanfaat bagi kesehatan karena dapat mengikat kelebihan kolesterol dalam darah, pencegah pengerasan dinding pembuluh darah, memelihara kesehatan hati dan ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran dan vitalitas tubuh.
Proses pembuatan minyak wijen secara garis besar dilakukan dengan penyangraian terlebih dahulu, setelah itu penggilingan (milling) dan terakhir adalah ekstraksi dengan cara dipres. Sisa/ampas dari hasil pengekstrakan biji wijen inilah yang disebut bungkil wijen yang selanjutya dapat dimanfaatkan menjadi produk olahan lebih lanjut. Proses pengolahan lebih lanjut antara lain adalah pembuatan cabuk bungkil wijen dan kecap wijen.
Proses Pembuatan Cabuk Bungkil Wijen
Proses pengolahan bungkil wijen menjadi cabuk tidak terlalu rumit. Bungkil wijen dihancurkan agar tidak menggumpal, kemudian diadoni dengan air. Selanjutnya ditambahkan kapur sirih ke dalam adonan, lalu adonan dikukus ±1 jam. Setelah matang diperam dengan membungkus dengan daun pisang selama 36-60 jam. Cabuk hasil fermentasi ditambahkan bumbu-bumbu seperti cabai, bawang putih, daun jeruk, daun kemangi, gula, dan garam. Cabuk yang dihasilkan mempunyai umur simpan ±1 minggu.
cabuk
Cabuk
Proses Pembuatan Kecap Wijen
Pembuatan kecap wijen dilakukan melalui 3 tahapan proses, sebagai berikut:
a.    Pembuatan koji
       Bungkil wijen dikukus ± 1,5 jam, agar teksturnya lebih lunak. Selanjutnya didinginkan, lalu ditambahkan ragi dan tepung tapioka dalam bungkil wijen. Adonan dibungkusi dengan daun jati, dibungkus menyerupai tempe. Setelah 3-4 hari fermentasi, inilah yang disebut koji. Keberhasilan proses pembuatan koji ini ditandai dengan adanya jamur yang tumbuh pada bungkil. Koji yang dihasilkan dikupas dari bungkusnya, lalu dijemur sampai kering.
b.    Pembuatan moromi
       Koji yang dihasilkan dari tahap 1 dicampur dengan garam yang sudah dilarutkan dalam air. Adonan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam toples, dan difermentasi dibawah sinar matahari ± 1 bulan. Kecap ini merupakan filtrat dari hasil penyaringan moromi. Dalam proses ini terjadi pembentukan flavor kecap yang khas sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dalam kecap.
Kecap Wijen
Kecap Wijen
c.    Pemasakan kecap
       Filtrat yang dihasilkan dicampur dengan bumbu-bumbu seperti salam, laos, bawang putih, dan serai serta ditambahkan gula jawa untuk membentuk rasa. Adonan dimasak sampai mengental. Hal ini terjadi karena proses pemasakan lama kelamaan akan menguapkan air di dalam adonan sehingga kadar airnya menjadi berkurang dan adonan menjadi mengental. Kecap yang dihasilkan disaring agar terbebas dari kotoran maupun endapan-endapan, selanjutnya siap untuk dikonsumsi. (Sumber : UKM Putri Mandiri)
Pengolahan bungkil wijen yang diolah sehingga menghasilkan kecap bungkil wijen berbeda dengan produk kecap yang beredar di pasaran karena kecap di pasaran kebanyakan berbahan dasar kedelai. Cabuk biasa dimanfaatkan sebagai lauk karena terdapat senyawa yang berkontribusi terhadap rasa umami yang dapat meningkatkan flavor makanan. Pada saat proses pembuatan cabuk serta kecap bungkil wijen terjadi perubahan yang disebabkan oleh fermentasi sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme yang terdapat di dalamnya. Pada proses pembuatan cabuk ini terjadi fermentasi secara spontan, dimana mikroorganisme menggunakan komponen-komponen nutrisi yang terdapat pada substrat dan mengubahnya menjadi produk yang mempunyai kontribusi bagi komposisi kimia dan rasa dari bumbu yang dihasilkan. Selain itu proses fermentasi ini akan menghasilkan senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, yang tentunya sangat berperan bagi tubuh. Pemanfaatan limbah bungkil wijen sebagai bahan baku pembuatan cabuk dan kecap wijen merupakan salah satu alternatif pemanfaaatan limbah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis.


0 komentar:

Posting Komentar