Sabtu, 19 Januari 2013

Sekilas Tentang Umbi Garut



Indonesia merupakan Negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Kekayaan alamnya menghasilkan berbagai macam hasil bumi yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan pangan manusia. Termasuk berbagai jenis komoditi umbi-umbian yang dihasilkan dari sektor pertanian yang merupakan sumber pangan terpenting karena kandungan gizi yang terkandung didalamnya.
Umbu garut
Umbi garut merupakan hasil tanaman garut dengan nama latinnya Maranta arundinacea L dan mempunyai beberapa nama lokal di Indonesia seperti: lerut, angkrik, patat, sagu, terigu, sagu belanda, pirut, kirut, mungkin masih ada nama lainnya. Garut merupakan tanaman perdu dengan tinggi antara 40-60 cm, tumbuh baik pada lahan dengan ketinggian mulai dari 0 sampai 900 meter dpl serta yang paling baik pada ketinggian antara 60-90 m, dengan keadaan tanah lembab dan lingkungan terlindung di bawah pohon tinggi, misalnya kelapa, sengon bahkan jengkol, dan petai.
Tanaman garut merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang banyak mengandung karbohidrat dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan alternatif. Potensi umbi garut sebagai sumber karbohidrat dapat menghasilkan rendemen pati 15%-20%. Garut selain sebagai sumber karbohidrat, juga sebagai tanaman biofarmaka karena kandungan indeks glisemik yang rendah, sehingga sangat bermanfaat bagi penderita diabetes/penyakit kencing manis. Umbi garut mempunyai kandungan serat yang tinggi, tidak mengandung purin yang dapat menyebabkan asam urat tinggi, kandungan kolesterol yang sangat rendah, dan mengandung barium untuk mempercepat pencernaan.
Berdasarkan berat kering, rimpang tumbuhan garut mengandung 1-2% protein. Setiap 100 gram tepung farin (terigu) garut mengandung energi 355 kalori dengan komposisi yang terdiri atas protein 0,7 gr, lemak 0,2 gr, karbohidrat 85,2 gr, kalsium 8 mg, fosfor 22 mg, besi 1,5 mg, vitamin B1 0,09 mg dan air 13,6 gr. Seperti umbi-umbian lainnya, karbohidrat dalam garut didominasi oleh pati. Umbi garut merupakan salah satu komoditas bahan pangan yang memiliki potensi sebagai penganti tepung terigu. Pembuatan emping garut merupakan salah satu hasil olahan garut yang cocok sebagai camilan dan makanan khas. Pembuatan olahan makanan dari garut dapat menjadi peluang untuk membuat diversifikasi produk olahan dari garut. 

Kamis, 17 Januari 2013

Glory UNS


            Pada tahun 2011 di kampusku Universitas Sebelas Maret Surakarta mengadakan Lomba Desain Vandel. Aku sangat tertarik untuk mengikuti lomba tersebut, karena selain bisa mengekspresikan kreatifitas juga dapat menjadi sarana untuk belajar dan mengembangkan diri. Kriteria dan ketentuan umum dari lomba juga tidak terlalu rumit dan sangat menarik untuk diikuti. Walaupun pada akhirnya tidak menjadi pemenang, tapi senang rasanya bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan lomba tersebut.
Vandel Glory UNS


Dengan mengusung tema Glory UNS, Vandel Glory UNS memiliki konsep unggul dalam ilmu dan berbudaya. Vandel ini  merupakan vandel yang berbentuk “Telur Emas” dengan kombinasi warna keemasan yang memberikan kesan elegan dan biru muda yang mencerminkan identitas UNS. Adanya corak batik menambah estetika vandel yang memberikan nuansa budaya Jawa yang merupakan salah satu ciri khas kebudayaan di Indonesia. 

Telur emas
Seperti bentuknya, vandel Glory UNS ini mempunyai filosofi “Telur Emas” yang menggambarkan bahwa UNS merupakan Perguruan Tinggi yang diharapkan mampu melahirkan penerus-penerus bangsa bukan hanya cerdas namun memiliki daya nalar yang tinggi dan memiliki jiwa berbudaya.UNS diharapkan mampu menciptakan civitas akademika yang berkompeten dalam bidang akademik maupun non akademik, serta memiliki jiwa kompetitif yang tinggi sehingga menciptakan lulusan yang unggul dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Selain memiliki kecerdasan akademik, civitas akademik juga diharapkan memiliki jiwa berbudaya yang positif yang mencerminkan identitas bangsa Indonesia. 

Design vandel by : H. Nasser

Teknologi Pengolahan Limbah Bungkil Wijen Menjadi Cabuk Dan Kecap Bungkil Wijen





Wijen merupakan salah satu hasil pertanian yang mempunyai banyak manfaat terutama setelah diolah menjadi minyak wijen. Industri minyak wijen sendiri kini mulai marak. Produk pangan dari wijen bermanfaat bagi kesehatan karena dapat mengikat kelebihan kolesterol dalam darah, pencegah pengerasan dinding pembuluh darah, memelihara kesehatan hati dan ginjal, mencegah kanker, dan meningkatkan kebugaran dan vitalitas tubuh.
Proses pembuatan minyak wijen secara garis besar dilakukan dengan penyangraian terlebih dahulu, setelah itu penggilingan (milling) dan terakhir adalah ekstraksi dengan cara dipres. Sisa/ampas dari hasil pengekstrakan biji wijen inilah yang disebut bungkil wijen yang selanjutya dapat dimanfaatkan menjadi produk olahan lebih lanjut. Proses pengolahan lebih lanjut antara lain adalah pembuatan cabuk bungkil wijen dan kecap wijen.
Proses Pembuatan Cabuk Bungkil Wijen
Proses pengolahan bungkil wijen menjadi cabuk tidak terlalu rumit. Bungkil wijen dihancurkan agar tidak menggumpal, kemudian diadoni dengan air. Selanjutnya ditambahkan kapur sirih ke dalam adonan, lalu adonan dikukus ±1 jam. Setelah matang diperam dengan membungkus dengan daun pisang selama 36-60 jam. Cabuk hasil fermentasi ditambahkan bumbu-bumbu seperti cabai, bawang putih, daun jeruk, daun kemangi, gula, dan garam. Cabuk yang dihasilkan mempunyai umur simpan ±1 minggu.
cabuk
Cabuk
Proses Pembuatan Kecap Wijen
Pembuatan kecap wijen dilakukan melalui 3 tahapan proses, sebagai berikut:
a.    Pembuatan koji
       Bungkil wijen dikukus ± 1,5 jam, agar teksturnya lebih lunak. Selanjutnya didinginkan, lalu ditambahkan ragi dan tepung tapioka dalam bungkil wijen. Adonan dibungkusi dengan daun jati, dibungkus menyerupai tempe. Setelah 3-4 hari fermentasi, inilah yang disebut koji. Keberhasilan proses pembuatan koji ini ditandai dengan adanya jamur yang tumbuh pada bungkil. Koji yang dihasilkan dikupas dari bungkusnya, lalu dijemur sampai kering.
b.    Pembuatan moromi
       Koji yang dihasilkan dari tahap 1 dicampur dengan garam yang sudah dilarutkan dalam air. Adonan yang dihasilkan dimasukkan ke dalam toples, dan difermentasi dibawah sinar matahari ± 1 bulan. Kecap ini merupakan filtrat dari hasil penyaringan moromi. Dalam proses ini terjadi pembentukan flavor kecap yang khas sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dalam kecap.
Kecap Wijen
Kecap Wijen
c.    Pemasakan kecap
       Filtrat yang dihasilkan dicampur dengan bumbu-bumbu seperti salam, laos, bawang putih, dan serai serta ditambahkan gula jawa untuk membentuk rasa. Adonan dimasak sampai mengental. Hal ini terjadi karena proses pemasakan lama kelamaan akan menguapkan air di dalam adonan sehingga kadar airnya menjadi berkurang dan adonan menjadi mengental. Kecap yang dihasilkan disaring agar terbebas dari kotoran maupun endapan-endapan, selanjutnya siap untuk dikonsumsi. (Sumber : UKM Putri Mandiri)
Pengolahan bungkil wijen yang diolah sehingga menghasilkan kecap bungkil wijen berbeda dengan produk kecap yang beredar di pasaran karena kecap di pasaran kebanyakan berbahan dasar kedelai. Cabuk biasa dimanfaatkan sebagai lauk karena terdapat senyawa yang berkontribusi terhadap rasa umami yang dapat meningkatkan flavor makanan. Pada saat proses pembuatan cabuk serta kecap bungkil wijen terjadi perubahan yang disebabkan oleh fermentasi sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme yang terdapat di dalamnya. Pada proses pembuatan cabuk ini terjadi fermentasi secara spontan, dimana mikroorganisme menggunakan komponen-komponen nutrisi yang terdapat pada substrat dan mengubahnya menjadi produk yang mempunyai kontribusi bagi komposisi kimia dan rasa dari bumbu yang dihasilkan. Selain itu proses fermentasi ini akan menghasilkan senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, yang tentunya sangat berperan bagi tubuh. Pemanfaatan limbah bungkil wijen sebagai bahan baku pembuatan cabuk dan kecap wijen merupakan salah satu alternatif pemanfaaatan limbah menjadi produk yang lebih bermanfaat dan bernilai ekonomis.


Sabtu, 12 Januari 2013

Abstrak

Nata de Milko

PEMBUATAN NATA DE MILKO DENGAN MEMANFAATKAN SUSU YANG TIDAK MEMENUHI STANDAR MENGGUNAKAN Acetobacter xylinum DENGAN VARIASI SUMBER KARBON

NURASRI RETNO
H0607073

RINGKASAN

Pembuatan nata de milko dari susu yang tidak memenuhi standar merupakan salah satu alternatif pemanfaatan kandungan organik yang masih terdapat dalam susu menjadi produk yang lebih bermanfaat dan mempunyai nilai ekonomis. Optimalisasi pertumbuhan Acetobacter xylinum dalam pembentukan nata sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya gula yang ditambahkan sebagai sumber karbon untuk nutrisi Acetobacter xylinum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jenis dan konsentrasi gula terhadap karakter fisik (rendemen, ketebalan, tekstur), karakter kimia (kadar air dan serat pangan), dan karakter organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur dan overall) nata de milko. Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor, yaitu jenis gula (sukrosa, glukosa, dan maltosa) dan konsentrasi gula (5%, 10%, dan 15%). Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan software SPSS 17.0 for windows dengan menggunakan analisis variansi (ANOVA) yang dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf signifikansi α 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan jenis dan konsentrasi gula pada pembuatan nata de milko hanya mempengaruhi karakter fisik dan karakter kimia. Dalam penelitan ini dipilih penambahan sukrosa dengan konsentrasi 5% karena lebih efisien daripada perlakuan yang lain dilihat dari karakter fisik dan karakter kimia dengan menghasilkan rendemen sebesar 33.14%, ketebalan 1.58 cm, tekstur 98.43 Newton (N), kadar air 89.96%, dan serat pangan sebesar 3.76%.

Kata kunci : Acetobacter xylinum, nata de milko, sumber karbon, susu